Karena mendengar dering telepon yang terus-terusan berdering, akhirnya aku bangun dari tidurku dan mengangkatnya. Masih dengan mata terpejam, aku mendengar suara lelaki yang langsung memarahiku.
“Woy, bangun! Langka banget bocah satu ini, ditelepon ratusan kali kagak denger. Et, dah anak siapa sih ini” ucapnya lengkap dengan gerutuan yang membuatku langsung membuka mata
Ya, aku kenal suara itu. Suara itu yang setiap pagi selalu hadir dalam proses bangun tidurku. Lihatlah! Betapa mirisnya diriku tidak bisa bangun sendiri, harus orang lain yang membangunkan. Si penelepon itu bernama Putra. Kami berteman sejak pertama kuliah online dan sekarang menjadi dekat.
Kali ini aku bangun tepat tujuh menit sebelum perkuliahan dimulai, tepat setelah mendengar suara Putra selesai memarahiku karena tidak segera bangun. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk sekadar cuci muka tanpa mandi.
Kuliah hari ini sama seperti hari biasanya, aku mendengarkan penjelasan dosen sambil meletakkan kepala di meja. Meskipun kami belum pernah bertemu sebelumnya karena keadaan pandemi saat ini yang mengharuskan segalanya serba online, kami sudah begitu akrab. Dia berperan menjadi teman curhat hingga teman keluh kesahku sewaktu-waktu.
“Huft, akhirnya selesai juga” gumamku sambil menjatuhkan badan ke kasur dan melanjutkan tidurku. Betapa senangnya!
Hari-hari masih kulalui dengan rasa malas yang sama. Hingga akhirnya pada suatu malam aku mendapat kabar dari Putra bahwa dia telah diterima di sekolah kedinasan tahun ini. Seketika aku terdiam, antara kaget, senang, sedih, dan khawatir bercampur aduk. Yang ada di pikiranku saat itu adalah dia akan pergi meninggalkanku. Bahkan kata selamat pun aku lupa berikan kepadanya.
“Hey, kau mendengarkanku, kan?” tanya Putra dengan semangatnya
“Eh, iya! Denger kok! Kau akan meninggalkanku ya?” balasku lemah
“Hey, kok langsung berpikir ke sana?”
“Maaf, aku sampai lupa memberi selamat. Selamat ya, Putra! Perjuanganmu tidak sia-sia selama ini. Sedangkan aku? Entah bagaimana diriku esok di masa depan” keluhku padanya
“Kau tak usah khawatir pada dirimu. Mulai sekarang harus semangat ya kuliahnya! Ingat sekarang aku sudah tidak bisa membangunkanmu lagi, jangan sampai bangun kesiangan, ya?” hiburnya yang kubalas dengan gumaman mengiyakan.
Benar saja. Di pergantian semester ini, Putra sudah resmi memilih melanjutkan studinya di sekolah kedinasan yang artinya tak ada lagi yang membangunkanku.
Menyebalkan sekali pagi ini
Hari ini aku tidak mengikuti perkuliahan online dan masih terpekur memikirkan Putra. Sejak itu, kami sudah jarang sekali saling mengirim kabar. Suara lelaki yang kudengar setiap pagi itu, kini tak dapat aku mendengarnya lagi.
Aku baru sadar betapa malasnya diriku. Padahal aku memiliki teman yang selalu mengingatkan kebaikan dan kini dia sudah tak lagi bersamaku.
Aku tidak bisa begini terus! Aku harus kuliah dengan benar demi meraih semua impianku!
Di semester baru inilah, aku mulai bersemangat untuk berubah menjadi pribadi yang lebih serius. Tidak lagi bermalas-malasan dan rajin mengerjakan tugas.
Terima kasih, teman!
Meski kita belum pernah bertemu tapi kau mampu membuatku berubah menjadi yang lebih baik dari kemarin. Tetaplah berbuat kebaikan pada siapapun. Memang kita tidak bisa membuat orang lain berubah, akan tetapi kita selalu bisa merangkulnya untuk menjadi lebih baik bersama-sama.
Yasmin_
Sumber gambar: Google