Home Resensi Story Of Kale

Story Of Kale

by admin
0 comment

Judul Film       : Story Of Kale : When Someone’s In Love

Sutradara         : Angga Dwimas Sasongko

Produser          : Sonny Laksamana

Penulis Skenario : M. Irfan Ramly & Angga Dwimas Sasongko

Pemain Film    : Arditho Pramono, Aurelie Moeremans, Arya Saloka, Roy Sungkono, Gilbert      Pohan, Azizah Hanum, Tanta Ginting, Dwiky Al Asyam

Produksi          : Visinema Content & Visinema Pictures

Durasi              : 77 Menit

Tanggal Rilis  : Tanggal 23 Oktober 2020

Bahasa             : Bahasa Indonesia

Film ini menceritakan tentang perjalanan cinta Kale dan Dinda. Dinda yang awalnya memiliki hubungan dengan Argo, hubungan mereka bisa dikatakan sangat-sangat toxic, Argo merupakan pribadi yang keras, dan kasar, dibeberapa adegan ditunjukan Argo yang marah dengan Dinda hingga membanting kursi, beberapa kali juga Argo melontarkan kata-kata kasar kepada Dinda. 

Kale yang melihat kelakuan Argo kepada Dinda dan merasa tidak terima, tanpa pikir panjang Kale langsung menghajar Argo, mereka berdua adu pukul, namun tidak lama kemudian crew event datang untuk melerai mereka. 

Setelah situasi membaik, Kale mendekati Dinda dan mereka mengobrol, Kale memberitahu kepada Dinda, bahwa Argo bukanlah orang yang pantas untuk Dinda, karena jika Argo mencintai Dinda, dia tidak akan menyakiti Dinda, Dinda pun tersadar dengan kata-kata Kale. Singkat cerita, Argo dan Dinda putus, dan hubungan Dinda dan Kale semakin dekat, hingga mereka membuat projek mini album bersama, dan akhirnya Kale mengungkapkan perasaannya ke Dinda dan mereka pacaran. 

Namun, ternyata Dinda tidak merasakan perasaan nyaman dengan Kale. Kale yang memiliki sifat cemburuan dan takut kehilangan Dinda seperti masalalu kedua orang tuanya, semakin hari semakin membatasi ruang gerak Dinda, selalu negative thinking tentang Dinda, hubungan mereka bisa dikatakan sudah menjadi toxic relationship. Dibeberapa adegan juga memperlihatkan sisi gelap Kale kepada Dinda. Akhirnya dengan pikir panjang Dinda memutuskan untuk pergi meninggalkan Kale, demi kebahagiaan dirinya sendiri.

Makna yang bisa dipetik dalam film ini adalah self love, kita harus meletakkan kebahagiaan diri kita di list nomor satu, dan keluar dari circle-circle yang dapat merusak kesehatan mental kita atau bisa dikatakan toxic. 

Kasus toxic relationship sangat jarang dibahas oleh masyarakat Indonesia, karena memang dianggap sebelah mata, padahal dampaknya sangat fatal untuk masa depan, jika kita berada dalam lingkaran toxic relationship semakin lama.

Film ini memberi gambaran kepada para penontonnya, seperti inilah toxic relationship, dengan maksud bisa menyadarkan para penonton bahwa berada di toxic relationship itu tidak bagus bagi kesehatan mental dan perkembangan diri kita. Alur dalam film ini menggunakan tipe alur maju-mundur. 

Namun sayangnya menurut saya film ini belum mampu menyentuh emosi saya, saya tidak merasakan sakitnya menjadi Dinda atau merasakan emosi Kale ketika dia harus terpaksa terima putus dengan Dinda. Beda dengan film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk” saya bisa merasakan rasa kecewanya Zainuddin ketika mengungkapkan perasaan sakitnya ketika dia dikhianati Hayati yang lebih memilih pemuda tampan dan kaya raya, adegan itu membuat saya berlinang air mata. Walaupun belum mampu menyentuh emosi saya, saya cukup dimanjakan dengan beberapa soundtrack dari Ardhito Pramono yang berjudul “Sudah”, dan “I Just Couldn’t Save You Tonight” yang berduet dengan Aurelie Moeremans. 

_Dhafa

Kamu Bisa Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment