Mesin waktu telah berjalan dan berputar di dunia berjuta tahun lamanya, tak kenal lelah menemani dari generasi ke generasi manusia di setiap zaman, hingga menyusuri kehidupan dan jatuh bangunnya peradaban manusia.
Saya tertegun akan konsistensi waktu yang takkan pernah mundur satu detik pun, ia bergerak maju layaknya air yang terjun ke bawah.
Sejarah menjadi teropong masa lalu yang sangat berharga untuk melihat realitas pada zaman yang telah berlalu. Bagaimana tantangan zaman dulu dan cara menyikapinya serta konstruksi budaya sebagai kearifan lokal yang kemudian menjadi sebuah peradaban.
Sejarah dalam setiap zaman mempunyai tantangan masing-masing yang pada intinya adalah sama, hanya berbeda kemasannya saja. Seorang sejarawan muslim, Ibnu Khaldun kemudian menobatkan ilmu sejarah atau ilmu peradaban sebagai ilmu yang menyediakan berbagai kenyataan empiris tentang hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, bahkan manusia dengan Tuhannya.
Dalam QS Al-‘Ashr dijelaskan bahwa setiap masa (peradaban) itu sama, manusialah yang berperan mengisi dan memanfaatkannnya. Makna Al-‘Ashr yang luar biasa dengan penuh urgensi waktu menghasilkan berbagai sarana kebudayaan yang semakin hari semakin canggih dan kreatif.
Dalam bidang transportasi misalnya, dulu manusia menggunakan kuda dan unta sebagai alat transportasi. Tapi kini berbagai inovasi telah menciptakan motor, mobil, hingga pesawat yang semakin lama semakin nyaman dan canggih.
Orang yang modern, berkemajuan, atau berperadaban maju adalah orang yang sadar akan urgensi waktu, masyarakat atau bangsa yang sadar dan menghargai waktu akan mengisi kebermanfaatan waktu dengan karya-karya yang bernilai kebaikan serta bermanfaat untuk umat.
Tuhan memberikan waktu kepada umat manusia di berbagai negara dengan porsi yang sama, yakni 24 jam setiap harinya.
Akan tetapi, tidak semua orang bisa menggunakan waktu itu secara efektif dan efisien. Mereka yang belajar tentu akan menjadi pandai, yang bersantai tentu lama-kelamaan akan semakin tua, yang menggunakan waktunya untuk membaca (Iqra’) akan bertambah ilmu pengetahuan dan seterusnya.
Suatu bangsa akan maju dan berperadaban tinggi manakala bangsa itu menggunakan waktu seefektif mungkin.
Disisi lain, coba kita bisa melihat perjalanan hidup manusia dimasa lalu yang dikemas secara menarik oleh sejarawan asal Israel, Yuval Noah Harari di dalam bukunya Homo Sapiens. Dalam Sapiens, Harari berbicara tentang revolusi kognitif, revolusi agrikultur, dan revolusi ilmiah.
Selanjutnya ia mencoba meramu dan mengurai perjalanan manusia dimasa depan dalam bukunya Homo Deus. Ia menggambarkan tema-tema seperti algoritma dan artificial intelegent hingga agama baru bernama Big data.
Bilamana kita bisa memahami betul sejarah dengan basic ilmu sejarah, maka hal tersebut akan menjadi kekuatan tersendiri yang mana kita dapat berdiskusi hingga mengkritik masa lalu, memahami masa kini, dan membaca masa depan dan memikirkan apa yang harus dilakukan di masa kini untuk mempersiapkan masa depan seperti Harari.
Mengetahui sejarah ibarat menggenggam big data, siapapun yang menggenggamnya akan dapat mengambil keputusan dan tindakan yang terbaik nun bijak ditengah arus banyaknya informasi dan data yang mengalir.
Jika dahulu pada era agrikultur aset paling berharga adalah tanah, dan di era modern mesin dan pabrik menjadi lebih penting. Di era sekarang, aset terpenting adalah data, menggeser tanah hingga industri. Bahkan politik pun menjadi arena untuk merebut dan memperjuangkan kontrol atas data.
Aktivitas manusia modern tak bisa lepas dari data. Ketika kita bepergian sekali pun, kita mempercayakan pada Google maps untuk memandu perjalanan kita. Jika melihat peta politik dan bisnis sekarang, maka pemenangnya adalah siapa yang bisa mengendalikan algoritma dan data sehingga bisa mengetahui pesan-pesan yang bisa menjadi peluru untuk ditembakkan pada masa yang tepat.
Izzul_
Sumber Foto : Google