Home Resensi SEBUAH ALEGORI

SEBUAH ALEGORI

by admin
0 comment

“Di puncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur panjang. Di tengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha membangunkannya”

Itulah sinopsis yang bisa kalian baca di sisi belakang novel “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” karya Eka Kurniawan. Sebuah novel sastra bergenre dewasa yang secara terus terang membahas “burung tidur” yang berusaha dibangunkan, namun tak ada yang berhasil membangunannya. Burung di sini merupakan alegori dari “burung” yang dimiliki kaum lelaki, di mana burung itu tertidur karena pemiliknya yang menyaksikan seorang perempuan gila yang diperkosa oleh dua orang polisi. Entah itu memang benar alasannya, atau memang keinginan si burung yang ingin terlelap. Tapi, sejak peristiwa itu, “burung” nya benar-benar tertidur lelap hingga seorang Jelita yang sebenarnya tidaklah jelita, dapat membangunkannya.

Namanya Ajo Kawir. Kisahnya bermula ketika ia diajak oleh sahabatnya yang bernama Si Tokek untuk mendatangi sebuah rumah yang dihuni oleh seorang perempuan gila bermana Rona Merah. Ketika mereka sedang mengintip, dua orang polisi, yang mereka sebut Si Pemilik Luka dan Si Perokok Kretek sedang memperkosa si Rona Merah secara bergantian. Setelah kejadian malam itu, burung Ajo Kawir tidak pernah bereaksi sama sekali. Hanya meringkuk kecil, mengerut, dan hampir melesak ke dalam. Tak berlangsung lama dari kejadian itu, Rona Merah ditemukan tak bernyawa di rumahnya.

Berbagai upaya dilakukan Ajo Kawir yang dibantu oleh Si Tokek dan ayah Si Tokek, Iwan Angsa. Namun burungnya tetap terlelap. Hal tersebut membuat Ajo Kawir frustasi. Kekesalannya memuncak ketika ia bertemu dengan Iteung, seorang perempuan yang pandai berkelahi. Iteung sendiri tak keberatan dengan kondisi Ajo Kawir, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun, entah setan apa yang merasuki Iteung, hingga ia melakukan perbuatan menjijikan yang membuatnya hamil. Ajo Kawir makin murka. Hingga suatu hal membuatnya harus mendekam di penjara.

Setelah keluar dari penjara, Ajo Kawir mulai mengerti tentang arti dari burungnya yang terlelap. Ia belajar dari burungnya. Salah satu yang ia katakan adalah “Ia menempuh jalan para pencari ketenangan. Para sufi, Para mahaguru. Si Burung menempuh jalan sunyi. Tidur lelap dalam damai, dan aku belajar darinya.”
Di akhir cerita, Iteung mengaku bahwa ia telah membunuh dua polisi yang dulu menidur panjangkan burung suaminya. Ajo Kawir terbangun dari tidurnya. Ia kembali bercengkerama dengan Si Burung. Ia berdesak kesal karena tak bisa memberi apa-apa kepada burungnya yang sudah terbangun itu. Iya, Si Burung akan bersabar menunggunya. Seperti tuannya bersabar menunggunya bangun. “Bolehkah sementara menunggu, aku tidur lagi?” Itulah kalimat terakhir pada novel karya Eka Kurniawan ini.

 

Kelebihan dan Kekurangan

Novel ini merupakan novel yang mengalegorikan tentang kehidupan yang tenang dan damai. Secara tersirat juga menggambarkan kenyataan di mana maskulinitas seorang lelaki ditunjukkan oleh kelihaian si “burung” dan mengabaikan kemaskulinitasan yang lain. Bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat vulgar sehingga perlu pemahaman yang mendalam agar memahami maksud dari setiap kalimatnya. Di awal novel, mungkin kita akan langsung dikagetkan dengan kalimat yang sangat vulgar yang dapat memunculkan sesuatu dalam diri kita khususnya bagi pembaca yang sudah dewasa. Itulah mengapa novel ini disarankan untuk usia 21 tahun ke atas agar tidak menimbulkan multitafsir dan salah pemahaman. Apabila novel ini diartikan dengan “cetek” maka akan sangat membahayakan. Sebaliknya, akan sangat berkesan apabila dapat menemukan berbagai makna yang tersebar rapi dalam novel “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” ini.

 

 

Elsa Rakhmanita

Kamu Bisa Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment