Home Cerpen Perempuan yang Membenci Pria

Perempuan yang Membenci Pria

by admin
0 comment

‘’Cepatlah sadar. Aku akan setia menunggu,’’ ucap seorang pria berkemeja biru pada seorang perempuan.

‘’Mengapa begitu? Apa yang membuatmu bisa setia begini?’’ balas si perempuan.

‘’Tentu saja karena aku mencintaimu. Sangat mencint-‘’

‘’Omong kosong. Kau hanya ingin tubuhku.’’ Perempuan itu balik badan, meninggalkan pria berkemeja yang menghela nafas. Tanda kecewa.

Namanya Mila. Dia begitu membenci pria. Baik itu anak kecil, remaja, orang dewasa, lansia, pokoknya siapapun yang berkelamin pria menjadi target kebenciannya. Di matanya pria tidak ada bedanya dengan serigala liar yang hanya mementingkan nafsu dan keegoisan semata. Semua stigma buruk tentang pria di otaknya tentu saja bukan tanpa alasan. Ada empat pria yang sukses besar menghancurkan separuh hidupnya.

Pria pertama adalah ayah kandungnya sendiri. Saat ia lahir, ayahnya begitu bahagia. Ia dicium, digendong, dipeluk, dan ditemani tidur. Ayahnya amat mencintainya. Semua hal tentang dunia diajarkan oleh ayahnya. Namun ketika ibunya meninggal karena kecelakaan, ayahnya menjadi gila. Kepribadiannya berbubah 180 derajat. Awalnya penyayang, menjadi penyerang. Setiap hari ayahnya hanya membeli minuman keras dan mabuk. Pulang jam sembilan malam, tapi tidak tidur. Terlebih dulu ayahnya akan menyiksanya secara fisik dan psikis. Mulai dari tamparan, tendangan, dan sumpah serapah sudah menjadi makan malamnya. Pagi sampai siang dia tak diurus. Sekolahnya berantakan. Sering sakit-sakitan. Akhirnya ayahnya memutuskan untuk pergi dan menitipkan Mila kepada saudari perempuannya.

Hidup bersama tantenya adalah awal yang baru. Tantenya sangat penyayang. Ia dibawa untuk melanjutkan sekolah, kesehatannya berangsur membaik, dan senyum mulai terlihat lagi di wajahnya. Tapi saat ini pula dia bertemu dengan pria kedua yang menghancurkan hidupnya. Yaitu anak lelaki tantenya. Sepupu lelakinya ini dua tahun lebih tua. Beberapa kali saat orangtuanya tak ada di rumah, Mila beberapa kali mengalami hal yang tak menyenangkan. Sepupunya pernah terang-terangan masuk ke kamar saat ia sedang ganti baju atau habis mandi. Pakaian dalamnya juga pernah hilang dan ditemukan di kamar sepupunya. Parahnya lagi sepupunya pernah memaksanya untuk melakukan tindak asusila. Untunglah ia kuat dan menolak itu semua. Sampai tamat SMA, dia bertahan dari itu semua.

Pria ketiga yang menyakiti hidupnya adalah pacarnya sendiri. Di masa kuliah, kepercayaan Mila terhadap lelaki benar-benar nol besar. Ia mengabaikan setiap pria yang mendekatinya. Tapi bagaimanapun juga Mila tetaplah manusia yang membutuhkan kasih sayang. Sampai akhirnya ia luluh kepada kakak tingkatnya yang merupakan aktivis kampus. Karena ia adalah aktivis, Mila merasa aman. Berpikir bahwa pacarnya akan menjadi makhluk beradab. Namun sekali lagi, dia salah. Kakak tingkatnya pernah hampir menodainya saat berdua di ruang sekretariat kampus. Mila mengadu kepada satpam dan dosen yang kebetulan lewat. Saat itu juga kakak tingkatnya dikeluarkan dari kampus.

Tiga kali dihancurkan oleh lelaki, Mila kini percaya seutuhnya. Bahwa makhluk paling hina itu bukanlah binatang, melainkan pria. Setan mungkin saja juga hina, tapi pria itu jauh lebih hina ketimbang setan. Bahkan anjing pun mungkin malu jika disamakan dengan pria. Begitu lulus, ia bersumpah tak akan pernah membuka hati untuk pria manapun. Biarlah dia menjadi perawan tua namun bahagia ketimbang harus hancur oleh pria lagi.

‘’Ayahku menyiksaku. Sepupuku hendak menyentuhku. Pacarku bahkan tak pernah menganggapku. Mereka hanya ingin tubuhku. Mereka adalah anjing. Anjing hina. Laknat!’’ Begitulah nurani Mila menjerit setiap harinya.

Tapi ada keanehan. Mila tak dapat mengingat pria keempat yang menghancurkan hidupnya. Mila mencoba mengingat, namun kosong. Aneh sekali, padahal Mila bisa mengingat jelas ketiga pria laknat yang menyakitinya. Kenapa yang keempat ini tidak bisa sama sekali? Ada apa? Mila melihat ke sekelilingnya. Dan ia kaget. Mila kini berada di sebuah ruangan putih dengan sebuah infus di tangannya. Mila mencabut infus itu. Dia melihat lagi, dan sadar bahwa kini Mila berada di kamar rumah sakit. Aroma obat dan alkohol menusuk hidungnya. Mila menuju pintu kamar, hendak keluar. Ketika memegang gagang pintu, Mila mendengar suara dua pria yang sedang berbincang.

‘’Jadi ada apa ini? Tolong kerja sama dari anda, Pak.’’ Pinta seorang pria.

‘’Perempuan di ruangan ini namanya Mila. Aku dan dia bertemu di tempat kerja, kemudian kami berpacaran. Lalu aku melamarnya. Singkat cerita dia menerima lamaranku dan kami melangsungkan pernikahan hari ini.’’ Pria yang satu lagi menjelaskan.

‘’Apa ada yang aneh selama prosesi pernikahan itu?’’

‘’Tidak ada, sama sekali tidak. Dia sangat bahagia, begitu pula aku. Saat acara selesai, dia menungguku di kamar. Ketika aku masuk kamar dan ingin memeluknya, Mila menjerit seperti orang kesurupan. Aku kaget dan mencoba menenangkannya. Tapi gagal. Karena takut terjadi apa-apa, aku bergegas ganti baju dan membawa Mila kesini.’’ Kali ini suara pria yang menjelaskan terdengar sedih.

Mila yang mendengar itu merasa iba. Kasihan sekali pria ini, malam pernikahan yang seharusnya bahagia, malah kacau karena wanitanya tiba-tiba bertindak tak masuk akal. Mila masih berdiri di balik pintu dan berpikir. Bukannya tadi pria ini menyebut namanya? Mengapa begitu? Lancang sekali! Padahal dia tak mengenalnya.

Kemudian Mila terpikir sesuatu. Apakah dia kenal pria ini? Suaranya terdengar familiar. Bukan, lebih dari itu. Telinganya merasa nyaman, suara pria ini begitu lembut masuk ke sanubari. Entah kenapa dia ingin sekali mendengar suaranya lagi.

‘’Hipotesa saya, mungkin istri anda pernah mengalami trauma berkaitan dengan sentuhan fisik, Pak.’’ Kata salah satu pria.

‘’Aku tidak tahu. Mila tak pernah cerita. Mungkin ini salahku karena tak pernah bertanya, bisa saja istriku menanggung beban yang aku tidak tahu. Semoga dia cepat sadar.’’ Balas pria bersuara lembut.

Mila tertegun. Istri? Kepalanya terasa pusing. Sejenak kemudian dia menyadari satu hal.

Bukan empat pria yang menyakitinya. Hanyalah tiga. Ayahnya, sepupunya, dan pacarnya. Pria yang satu lagi tidak menyakitinya. Pria yang satu lagi mencintainya, amat mengasihinya dan selalu berada di sampingnya.

‘’Mas Bram…?’’ Mila menyebut nama seoran pria.

Pagi harinya, perawat dan dokter menemukan Mila yang pingsan di sudut ruangan.

Guntur_

Sumber Foto : Google

Kamu Bisa Baca Artikel Lainnya

Kamu Bisa Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment