Judul Buku : Gadis Kretek
Penulis : Ratih Kumala
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2012
MINOEMLAH SELALOE… KRETEK MERDEKA!
Djika Toean dan Njonja merasa tjapek sepoelang bekerdja, dan ingin merasakan kesegaran di seloeroeh fikiran, djagan ragoe oentoek meminoem KRETEK MERDEKA!
Tjacaranya: ambil satoe batang KRETEK MERDEKA! dan njalakan api dari geretan. Minoemlah dalam-dalam, biarkan asap itoe masoek dan menjerep di toeboeh Toean dan Njonja, setelah itoe keloerkan asapnja pelan-pelan. Nistjaya Toean dan Njonja punya fikiran akan lebih segar. Djoega tjotjok oentoek jang poenya bengek. –iklan kretek Merdeka! oleh Idroes Moeria-
Ada-ada saja permintaan seorang di penghujung kehidupannya. Barangkali jika yang diminta adalah bertemu anak-anaknya atau istrinya adalah wajar jika ia seorang bapak dan suami. Tapi permintaan semacam itu terlalu mainstream bagi Romo. Ia justru menyebut-nyebut nama seorang perempuan bernama Jeng Yah. Gara-gara ulahnya ini, Ibu dari tiga bersaudara pewaris tahta perusahaan rokok Djagad Raya; Tegas, Karim, dan Lebas—pucat pasi, seolah Jeng Yah adalah hantu yang Ibu perkirakan bisa datang kapan saja dan merusak keharmonisan keluarga mereka. Dan benar, ia datang justru di pengakhiran suaminya. Membuat ketiga anaknya yang tidak tahu menahu, merasa perlu tahu. Apalagi itu permintaan orang yang sedang menjelang ajalnya. Bisa jadi jika tak dituruti, arwah Romo bakalan gentayangan.
Lebas, si anak sulung, akhirnya melakukan perjalanan ke Kudus, kampung halaman sekaligus pabrik rokok Djagad Raya, atau lebih tepatnya sebuah perjalanan menuju masa lalu. Menapaktilas jejak Romo dan rokok Djagad Rayanya. Jauh ke belakang sampai di mana rokok masih dibungkus daun jagung kering dan diproduksi secara indie di rumah-rumah warga. Jauh ke belakang ketika masa koloni Belanda masih singgah di bumi Hindia, di masa saudara tua: Jepang melakukan kerja paksa, sampai ke masa kemerdekaan, hingga pertumbuhan PKI dan pembantaiannya.
Dikisahkan di sebuah kota bernama M, hiduplah seorang Gadis bernama Dasiyah. Ia adalah anak dari pasangan Idroes Moeria dan Roemaisa, salah satu juragan kretek di kota M. Idroes Moeriadalah pemilik pabrik kretek Merdeka! yang sebelumnya membawahi sebuah klobot rumahan yang bernama Klobot Djojobojo.
Dasiyah tersohor memiliki air ludah yang manis layaknya Roro Mendut. Hal ini diketahui oleh Idroes Moeria ketika ia sedang ngeteh di senja hari. Dasiyah mengambil sari kretek dari tangannya setelah bekerja seharian di pabrik. Ia kemudian melintingkan Idroes Moeria beberapa batang untuk dihisap. Ia merekatkan kertas papier dengan ludahnya. Idroes Moeria sangat kaget saat mengetahui rasa kretek lintingan anak gadisnya itu. Tak beberapa lama, kabar tentang lidah Dasiyah yang ajaib tersebar luas di kota M. Banyak pengusaha, khususnya orang-orang Cina datang untuk membuktikan kebenaran gosip tersebut. Dengan modal dari pengusaha-pengusaha itu, Dasiyah meramu sebuah resep kretek yang disesuaikan dengan rasa kretek lintingannya dan membuat kretek merek baru bernama Kretek Gadis.
Kisah Cinta di tengah Prahara PKI
Dalam tenda di sebuah pasar malam yang hanya ada ketika peringatan kemerdekaan di kota M, Dasiyah bersama pegawai Kretek Gadis menjajakan kretek mereka. Layaknya sales, mereka menawarkan kretek pada pengunjung yang sedang menghibur diri di pasar malam. Di sinilah benih-benih cinta antara Dasiyah dan Soeraya, seorang pengelana yang tak punya apa-apa bermula. Dasiyah mengangkatnya sebagai pengawai di pabrik kretek Gadis dan kretek Merdeka! Kian hari kian bertambah rasa cinta mereka berdua. Sampai akhirnya keduanya kepergok oleh Idroes Moeria tengah bermesra-mesraan di gudang. Tak tanggung-tanggung, Idroes Moeria langsung menanyai keduanya, apakah mereka serius saling mencinta. Jelas jawabannya adalah: Iya!
Namun kisah cinta itu tak berjalan mulus. Soeraya yang merasa bukan siapa-siapa, tak berhak mendapat seorang gadis yang telah membesarkan sebuah pabrik kretek. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari dana. Ia hendak membangun sebuah pabrik kretek pula. Baru setelahnya, ia akan melamar Dasiyah dan mengabungkan bisnis mereka. Sayang seribu sayang, setelah Soeraya mendapat modal dari PKI dan usaha kreteknya besar, setelah ia melamar Dasiyah dan disepakati tanggal pernikahannya juga, isu PKI telah melenyapkan Jenderal Ahmad Yani, Letjen M.T. Harjono, Letjen S. Parman, Letjen Suprapto, Mayjen D.I. Pandjaitan, Mayjen Sutojo Siswomihardjo, Aipda Karel Sarsuit Tubun, Kapten CZI Pierre Tendean, Kolonel Inf. Sugiono, dan Brigjen Katamso Darmokusumo membuat Soeraya yang dimodali oleh PKI turut terseret dalam daftar hitam penggayangan. Begitu pula Dasiyah dan Idroes Moeria yang memiliki hubungan dengan Soeraya. Kisah cinta mereka berakhir sejak itu pula. Pabrik kretek Gadis dan Merdeka! tidak melakukan produksi sampai isu penggayangan PKI selesai. Soeraya, melalui takdirnya, dibawa oleh Soedjagad, lawan saing Idroes Moeria dalam berdagang kretek. Mereka menuju Kudus dan mengembangkan pabrik kretek di sana.
Tiada kabar yang dikirim Soeraya kepada Dasiyah selama ia di Kudus. Sedangkan Dasiyah di kota M, lumpuh tak berdaya karena terus-terusan memikirkan sang kekasih yang tak diketahui rimbanya. Apakah masih hidup atau sudah mati. Hingga akhirnya surat itu datang juga. Ada dilema perasaan di diri Dasiyah. Pertama ia patut senang karena Soeraya selamat dari penggayangan. Kedua, kebahagiaan itu langsung tertutup dengan isi surat yang mengabarkan bahwa Soeraya telah mencintai seorang wanita di Kudus, putri dari Soedjagad: Purwanti. Dan parahnya di suratnya yang kedua, Soeraya mengabarkan bahwa ia akan menikah dengan Purwanti.
Dasiyah muntab. Ia langsung datang ke Kudus, bukan untuk mengucapkan selamat atau menghadiri resepsi pernikahan mantan kekasihnya. Ia datang untuk mengekspresikan perasaannya dengan memukul kepala Soeraya dengan lampu petromaks. Setelahnya ia langsung pulang dan menghidupkan hidupnya lagi, menghidupkan kretek Gadis lagi.
Lelaki bernama Soeraya itulah, yang saat ini tengah di penghujung hidupnya. Bapak dari tiga bersaudara: Tegar, Karim, dan Lebas.
Novel yang Kefilm-filman
Ratih Kumala, si penulis, dalam novelnya yang kelima, menuliskan sebuah pengalian sejarah hidup Romo dan pabrik rokoknya dalam Gadis Kretek tidak klise melalui adegan Lebas bertanya kepada seorang tua. Lantas cerita mengalir begitu saja dari mulutnya. Ia membuat dua sudut pandang dalam Gadis Kretek. Sudut pandang pertama digunakan Lebas, sebagai wakil dari masa sekarang. Sudut pandang kedua adalah sudut pandang penulis untuk wakil masa lalu. Meskipun adegan klise Lebas bertanya pada seorang tua benar-benar ada, setidaknya penjelasan yang keluar dari mulut seorang tua itu sedikit saja. Pembaca telah dimanjakan dengan membuatnya lebih tahu dulu sejarahnya ketimbang Lebas. Sehingga pembaca akan merasa perlu melihat perjalanan Lebas sampai akhir. Untuk memastikan bahwa Lebas dan kedua kakaknya menemukan sejarah itu dengan benar.
Melalui judul-judul yang merupakan nama-nama produk rokok, seperti Klobot Djojobojo dan Klobot Djagad, Kretek Merdeka! dan Proklamasi, Klembak Menyan Tjap Mendak ‘Isi 100 Batang’, Kretek Gadis, dan Tingwe, secara tidak langsung mengajak pembaca melihat sejarah perokokan Indonesia meski hanya dalam sebuah fiksi. Selain itu, melalui teknik ini, pembaca juga akan merasakan proses perkembangan rokok. Berawal dari bentuknya yang masih klobot hingga menjadi filter. Membaca Gadis Kretek tak sekadar menikmati cerita, ia juga mengisi kepercayaan bahwa cerita di dalam novel adalah sebuah fakta sejarah perokokan Indonesia.
Ratih Kumala yang memiliki background orang televisi, bukan sebuah kebetulan jika dalam novelnya, pembaca akan merasa seolah sedang menyaksikan film. Dari awal pembawaan Gadis Kretek sebagai novel masih kentara dan bisa dirasakan, namun menjelang bubaran segala sesuatunya seakan berubah menjadi klise dengan cara-cara bagaimana sebuah sinetron menemukan episode terakhirnya. Apalagi melalui akhir yang manis, Gadis Kretek sedikit menambah bobot klise yang dibawa si penulis. Telah tertebak endingnya. Meski begitu, pembaca akan tetap menyelesaikannya sampai akhir. Sebab ia telah sejak awal diberi beban tanggungjawab untuk memastikan kisah Gadis Kretek berakhir bahagia.
Iklan Kretek Zaman Doeloe
Tak terhitung berapa kali Lebas membeli rokok yang meniru rokok Romonya: Djagad Jaya. Di sepanjang perjalanannya ke Kudus, Magelang, dan terakhir di kota M, ditemuinya di toko-toko pinggir jalan. Entah apa alasan Lebas membelinya dan menghisapnya. Ini bisa saja karena kenorakannya sebagai anak sulung yang labil, atau sebagai bentuk perlawanannya karena ia tak seperti kedua kakaknya yang mengurus pabrik rokok Romo. Ia justru menjadi sutrada film-film horor yang jarang horor. Tapi di balik semua itu, perlu dipahami bahwa Lebas menikmati rokok tiruan itu. Bahkan ketika rasanya tak senikmat rokok Romonya. Barangkali ia benar-benar menemukan kemenangan di tiap hisapannya. Dan bisa jadi, itu adalah bentuk perlawanannya adalah benar. Namun bisa juga itu hanya ekspresi biasa saja dari seorang perokok. Mereka cenderung sok merasakan sensasi merokok. Bilang rokok ini berbeda dengan rokok itu. Rokok ini lebih manis dari rokok itu. Bahkan lebih parah lagi, membikin rokok tingwe (linting dewe). Perokok merasa puas karena merasa telah berhasil membuat rokok yang benar-benar pas dengan seleranya. Walaupun itu tak seenak rokok pabrik, setidaknya mereka telah sedikit bekerja dan menimbang-nimbang komposisi antara tembakau dan cengkeh untuk sebaris hisapan asap. Dan Ratih berhasil menampilkan pada pembaca proses penciptaan sebuah produk rokok baru, lengkap dengan cara mengiklankan ala doeloe beserta alasan filofis pengambilan nama sebuah merek rokok.
Kita ambil contoh ketika kretek Merdeka! oleh Idroes Moeria diiklankan pada sebuah koran harian (teks iklan di atas). Dengan alasan filofis, nama Merdeka! diambil ketika kata-kata merdeka tengah dikumandangkan dimana-mana, di seluruh penjuru Indonesia. Jadi melalui kretek Merdeka! Idroes Moeria mengajak para perokok untuk menikmati suasana kemerdekaan dengan menghisap sebatang kretek Merdeka! yang dalam setiap kepulan asapnya terhembus nafas kebahagiaan rakyat Indonesia yang tengah behasil memerdekakan diri. Pun sama halnya ketika Dasiyah membuat kretek Gadis. Ia membuat iklan di sebuah majalah dengan kata-kata sebagai berikut:
KRETEK GADIS
Sekali isep, gadis yang Toean impikan muntjul di hadepan Toean.
Jauh lebih sederhana dan tak mengandung unsur perjuangan. Masa kemerdekaan mulai tak dirayakan seperti sediakala. Banyak pemuda yang terlalu sibuk bekerja hingga mereka lupa dengan urusan perempuan . Dengan kondisi seperti itu, Dasiyah melalui Kretek Gadis menawarkan fantasi seorang gadis pujaan hati melalui sebatang kretek.
Lutfi_