BEM FH UNS mengadakan peringatan 17 tahun kematian Munir bersama para mahasiswa dengan melakukan aksi penyalaan 100 buah lilin di Boulevard UNS.
Munir adalah aktivis hak asasi manusia (HAM) yang wafat pada tanggal 7 September 2004 , ia juga salah satu pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang san Korban Tindak Kekerasan dan Imparsial. Munir dibunuh dengan racun jenis arsenik ketika hendak terbang ke Belanda. Hingga kini, belum ada yang tahu jelas apa motif pembunuhan ini. Pelaku pembunuhan Munir yakni Pollycarpus Budihari Priyanto, Direktur Utama PT. Garuda Indonesia Indra Setiawan, dan Sekretaris Chief Pilot Airbus 330 PT Garuda Indonesia Rohainil Aini juga tidak mendapat hukuman yang setimpal sehingga membuat istri almarhum Munir, Suciwati merasa kecewa dan mempertanyakan kebijakan pemberian remisi oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu.
Bergerak dari ketidakadilan yang dialami Munir, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH UNS menggelar aksi peringatan 17 tahun kematian Munir pada tanggal 7 September kemarin. Aksi ini diawali dengan orasi-orasi mengenai ketidakjelasan atas kasus Munir dan diikuti dengan penyalaan 100 lilin sebagai bentuk penghormatan. Rizal, mahasiswa Hukum UNS menjelaskan bahwa acara ini digelar karena melihat tahun-tahun sebelumnya dan janji-janji presiden yang “katanya” akan mengusut tuntas permasalahan HAM di Indonesia tapi nyatanya sampai sekarang tidak ada penyelesaiannya. “Acara semacam ini juga tidak setiap tahun rutin diadakan”, jelasnya. Ia juga berharap acara ini dapat membangkitkan mahasiswa-mahasiswa dan juga masyarakat umum untuk lebih peduli terhadap masalah-masalah yang belum diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah seperti kasus Munir ini.
Hingga 17 tahun kasus Munir ini, pengadilan hanya mampu menyeret tiga aktor lapangan dan belum mengungkap siapa pelaku utama. Sebagaimana negara hukum, Indonesia seharusnya pelaku utama pembunuhan itu tidak dibiarkan lolos dari jeratan hukum. Selama bertahun-tahun sampai sekarang kasus ini belum kunjung terungkap dalangnya semestinya pemerintah tidak bisa hanya berpangku tangan dalam menyikapi kasus pembunuhan terhadap Munir apalagi menyangkut tentang HAM. Jeje selaku orator dalam aksi ini mengatakan bahwa sudah banyak tangisan yang meneriaki aksi ini, kami pun juga tahu semua keadaan harus dibela setiap jengkal perlawanan itu harus ada. Dia juga menambahkan bahwasanya harapan dari kasus pembunuhan Munir ini adalah pemakan residu uang kertas dan cryptocurrency berkurang dan keadilan di penjuru dunia semakin berkembang.
Kasus Pembunuhan Munir merupakan serangan terhadap demokrasi dimana seharusnya kritik terhadap pemerintah tidak dibungkam. “Kasus Munir ini dan kita ketahui bahwasanya ini sangat berkaitan dengan Hak Asasi Manusia ya, ketika seseorang berbicara/bersuara menyampaikan saran dan pendapat tapi justru malah dibungkam dan kita ketahui bahwasanya kasus Munir ini sampai sekarang belum jelas penanganannya dan bahkan sebenarnya tahun ini pun juga pembungkaman dilakukan terus-menerus oleh pemeritah dengan balutan yang lebih modern contohnya seperti UU ITE dan lain sebagainya,” ujar Alqis, Presiden BEM FKIP UNS.
Alqis menambahkan harapannya tentang kasus ini harus terus diberi suara agar penuntasan cepat terselesaikan, “pengusutan kasus Munir ini segera terungkap dan itu merupakan harapan yang paling besar ya. Itu harus kita ungkap dalangnya selama dalang tersebut belum tertangkap ya selama itu kita bersuara nyawa kita akan terancam.” jelas Alqis.
Indah_
Akhfani_