Tepat pukul 9 pagi, Anisa menangis hingga sesenggukan. Seisi ruangan juga turut meneteskan air mata saat kedua mempelai bersalaman dengan semua tamu. Tangis Anisa semakin pecah ketika kedua mempelai bersalaman dan memeluk Anisa dan suaminya. Sang mempelai laki-laki, Rio, memeluk Anisa erat dan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepadanya. Momen tersebut seakan membawa mereka kembali kepada memori masa lalu.
Lima belas tahun yang lalu, tangis Anisa dan Rio pernah pecah juga. Mereka harus merelakan ibu mereka pergi karena sakit keras sehingga mereka hanya hidup bertiga bersama ayahnya. Hari demi hari mereka lalui dengan bahagia hingga ayah Anisa melamar seorang perempuan dan akhirnya menikah. Pernikahan ayah Anisa dikaruniai seorang anak perempuan. Mereka berlima tinggal di sebuah rumah kecil yang mana jumlah kamar di dalam rumah tersebut hanya sedikit, sehingga ayah Anisa harus tidur bersama Rio, istri ayah Anisa tidur bersama anak perempuannya, dan Anisa tidur sendirian. Rasa benci ibu tiri mereka kepada Rio perlahan muncul karena ia memandang Rio telah menjadi penghalang dalam hubungan mereka berdua. Sikapnya perlahan semakin memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap Rio dan ia mulai meracuni pikiran ayah Anisa untuk turut membenci Rio.
Dua tahun berlalu. Bercak biru tak sulit ditemukan di tubuh Rio. Ayah Rio selalu memukul Rio setiap ia melakukan kesalahan, sekecil apapun itu. Tak jarang Rio ditelantarkan dan tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah. Tiada hari tanpa tangis, Anisa yang sudah tidak kuasa melihat penderitaan adiknya tiba-tiba menampar ayahnya dan mencaci-makinya. Tubuhnya bagai dikendalikan oleh iblis. Sikap Anisa telah berhasil membuat ayahnya murka dan mengusir Anisa dan Rio dari rumah.
Mereka hidup berdua saja di rumah neneknya yang sudah meninggal. Banyak hati orang yang terketuk untuk membantu mereka, namun mereka menolaknya. Anisa ingin mereka hidup atas hasil keringat mereka sendiri. Walaupun masih di bawah umur, Anisa berusaha mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua dan akhirnya ada orang baik yang bersedia memberikannya pekerjaan di pabrik kue. Hari demi hari Anisa lalui seperti seorang pendekar, tak kenal lelah menuntut ilmu di pagi hari dan mencari nafkah di malam hari. Hingga suatu hari Rio menngalami depresi dan gangguan fungsi syaraf. Sakit yang dideritanya membuat Rio tidak bisa apa-apa. Pilu rasa hati Anisa melihat adiknya merasakan sakit sedangkan kondisi ekonominya saja serba kekurangan. Anisa menyerah dan ia terpaksa meminta bantuan kepada saudaranya yang sebelumnya telah menawarkan bantuan untuk mereka.
Rio mengalami perbaikan setelah menjalani satu tahun pengobatan. Ia sudah bisa berangkat sekolah walaupun harus ditunggu oleh saudaranya dan ia belum bisa menulis seperti dulu hingga ujian nasional SMP telah datang. Rio mengerjakan ujian tersebut dengan sepenuh hati dibantu oleh saudaranya untuk mengisi lembar jawab. Anisa yang melihat Rio dari luar kelas tak henti-hentinya meneteskan air mata melihat perjuangan adiknya.
***
Tahun demi tahun berlalu. Anisa telah menikah dengan seorang laki-laki jenjang. Pernikahannya dihadiri oleh kerabat dan ayahnya sendiri. Selama proses resepsi berlangsung, Anisa sama sekali tidak mau berbicara dengan ayahnya sedangkan Rio berusaha memberikan perhatian untuk ayahnya tetapi tetap tidak diberikan respon baik. Saat itu suasana pernikahan terasa sangat tidak nyaman dengan kehadiran ayah mereka. Setelah satu tahun menikah akhirnya mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.
Anisa membangun bisnis tas dan sepatu bersama suaminya dan berkembang sangat cepat. Usaha tersebut sangat maju dan tentunya menghasilkan banyak keuntungan. Rio juga diterima untuk bekerja di salah satu perusahaan besar di Bekasi. Disaat yang bersamaan, usaha ayahnya bangkrut. Dengan rasa tidak tahu diri, ayah Anisa menelepon Anisa.
“Nak, bapak butuh uang. Bapak sakit dan butuh berobat.”
“Berapa?”
“Lima juta saja,Nak.”
Begitu terus selama satu tahun. Ayah mereka terus-terusan meminta uang kepada Anisa dan Rio dengan alasan berobat. Hingga suatu hari kebohongan ayah Anisa terungkap. Salah satu saudara mereka melihat ayah mereka berjudi dan minum-minuman keras. Anisa yang mengetahui hal tersebut murka lalu mendatangi rumah ayahnya.
“Apa bapak tidak punya malu? Dulu bapak menelantarkan kami, sekarang bapak menipu kami. Rio belum tahu soal ini, Pak. Kalau dia tahu, dia pasti akan sangat sakit hati. Seharusnya bapak itu mikir!”
“Waktu itu bapak benar-benar sakit, Nak.”
“Kalau udah sembuh kenapa bapak terus terusan meminta uang kepada kami dengan alasan yang sama? Anisa kecewa berat, pak. Tadinya Anisa sudah berusaha menyayangi bapak lagi, tapi justru Anisa semakin benci dengan bapak!”
Anisa pergi meninggalkan Ayahnya sambil menangis. Hatinya hancur melihat kelakuan ayahnya yang semakin tidak karuan. Demi kebaikan bersama, Anisa memilih untuk memberitahu Rio akan hal ini. Anisa membawa seseorang yang telah memberitahukannya akan hal ini untuk berbicara langsung kepada Rio. Rio yang awalnya tidak percaya langsung terbelalak ketika melihat foto-foto ayahnya sedang berjudi. Rio tidak percaya, ayahnya yang dulu sangat rajin beribadah dan baik kepada mereka berdua sekarang telah berubah menjadi sebaliknya.
***
Hari ini, Selasa, 20 November 2018, wajah Rio sungguh lesu karena tidak ada orang tuanya di hari pernikahannya. Ayahnya tak mau datang bahkan menghubunginya pun tidak. “Rio, sudah jam setengah sembilan. Ayo ke masjid.” wanita cantik menepuk pudaknya. Dengan kebaya abu abu yang indah dan riasan nan ayu, Anisa berjalan menuju masjid untuk melaksanakan akad nikah.
Suasana haru menyelimuti proses akad nikah. Sang mempelai putri didampingi oleh kedua orang tuanya sedangkan Rio didampingi oleh Anisa dan suaminya. Anisa masih tidak percaya akhirnya mereka bisa mendapatkan kebahagiaan mereka masing-masing. Kedua mempelai melaksanakan sungkeman kepada masing-masing wali, namun saat kedua mempelai melaksanakan sungkeman dengan Anisa dan suaminya, suasana menjadi sangat haru. Seluruh tamu undangan tak kuasa menahan tangis melihat kakak adik itu akhirnya bahagia dengan hidupnya masing-masing setelah semua hal-hal berat yang mereka lalui.
Hasna Safina Zuhri