Solo, 3 Maret 2023 – Hari ini di seluruh dunia, aktivis lingkungan dengan anak-anak muda menggugat dan menyuarakan dampak krisis iklim yang semakin hari semakin menjadi tidak terkendali. Dalam aksi Global Climate Strike ini beberapa pegiat lingkungan dari berbagai komunitas dan organisasi turun ke jalan untuk menyuarakan tiga tuntutan sembari berkampanye mengajak masyarakat kota Solo untuk mulai peduli dengan krisis iklim. Aksi ini juga diikuti oleh Komunitas Solo Bersih, FORESMA UNS, HIMAPSILI UNS, FFF Indonesia, dan LBH Semarang. Aksi serupa juga terjadi di 15 kota lainnya di Indonesia dan diikuti oleh lebih dari 70 elemen atau komunitas.
Tiga tuntutan yang digaungkan pada aksi antara lain; 1) Indonesia harus segera deklarasikan darurat iklim, 2) Krisis iklim harus jadi prioritas utama dalam Pemilu 2024, 3) Generasi muda menolak solusi palsu.
Tiga tuntutan diatas didasari pada dampak yang terjadi saat ini. Data dari BNPB, pada awal dua bulan terakhir tercatat 248 bencana yang disebabkan oleh krisis iklim diantaranya banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem, kekeringan hingga karhutla. Disusul dengan kenaikan temperatur bumi hingga 1.2 derajat selsius.
Adapun seruan “generasi muda menolak komitmen palsu dan gimmick (greenwashing & youthwashing)” yang mana termasuk dalam tuntutan nomor dua. Berdasarkan survei riset Indikator Politik dan Yayasan Indonesia Cerah pada tahun 2021, sebanyak 82% anak muda di Indonesia sadar dan lebih kritis akan perubahan iklim. Empat dari lima anak muda merasakan bahwa pemerintah Indonesia belum melakukan upaya yang cukup untuk pengendalian perubahan iklim. Hal ini dikarenakan komitmen omong kosong dari para pemangku kebijakan untuk melakukan transisi energi dari energi kotor penghasil karbon ke sektor energi bersih terbarukan. Diperkuat dengan RUU EBET yang dinilai sangat tidak memenuhi standar energi bersih karena sumbernya berasal dari turunan batu bara dan nuklir. Padahal ketersediaan bahan nuklir di Indonesia hanya akan bertahan sampai tiga tahun ke depan, selanjutnya akan dipasok dengan mengandalkan pasokan impor.
Diesta, peserta aksi dari HIMAPSILI UNS juga membagikan harapannya pada aksi iklim pertama ini, “Harapanku sederhana, aksi ini dapat menjadi perhatian dan meningkatkan pengetahuan masyarakat awam tentang krisis iklim.”
Selain itu, Amar (Komunitas Solo Bersih) juga membagikan opininya,”Kita tidak hanya menyampaikan tuntutan kepada pemangku kebijakan atau penguasa, melainkan juga mengajak masyarakat untuk lebih membuka mata pada krisis iklim. Karena kalau yang kita tuntut pemerintahnya saja, sedangkan masyarakat tidak berubah itu percuma. Ini adalah tanggung jawab bersama.”
Angel_
David_