Dari pemilik bengkel motor beralih menjadi penjual jagung bakar. Hendro memiliki keunikan dalam menyajikan jagung bakar dagangannya dibanding penjual lain, yaitu memanfaatkan klobot jagung sebagai alasnya.
Sebagian orang Indonesia, pasti sudah tidak asing dengan jagung bakar. Jajanan berbahan dasar jagung yang dibakar di atas arang menyala kemudian dilumuri dengan beragam rasa ini memiliki rasa yang lezat dan disukai banyak orang.
Hendro merupakan salah satu penjual jagung bakar yang merintis usahanya sejak tahun 2012. Hendro menjadikan pekerjaan ini sebagai sumber penghasilan utama untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
“Ya saya sebagai tulang punggung keluarga harus kerja keras, apapun pekerjaannya akan saya kerjakan,” tutur Hendro. Ia juga menambahkan bahwa sebelum berjualan jagung bakar, ia pernah membuka usaha bengkel motor di dekat rumahnya.
Bermula saat Hendro mengikuti temannya berjualan jagung bakar dan menjadikan pekerjaan ini sebagai sampingan karena saat itu usaha bengkel motornya masih berjalan. Namun, keadaan berbalik saat bengkelnya tidak berkembang. Saat itulah akhirnya Hendro memutuskan untuk berjualan jagung bakar. Ia menjajakan dagangannya setiap hari di Lapangan Baturan, Colomadu mulai dari jam lima sore hingga sepuluh malam.
Dalam mempersiapkan bahan untuk jualannya, Hendro selalu konsisten dan mementingkan kualitas jagung yang digunakannya. “Saya pakai jagung manis, ada langganan saya di Pasar Legi,” tutur Hendro. Dalam sehari Hendro selalu mengambil 20 kg jagung dari penjual langganannya di pasar. “Sehari itu ambil 20 kg, kalau orang jualan segitu hitungannya dikit. Takutnya kalau saya ambil terlalu banyak dan gak habis, terus dibuat besoknya itu rasanya sudah beda,” ujarnya.
Hal tersebut membuat Hendro memiliki target bahwa jagung 20 kg tersebut harus habis dalam satu hari. Bahan yang digunakan Hendro untuk berjualan selain jagung manis adalah mentega, dan beragam rasa yang dapat menarik pembeli.
Selama 10 tahun berjualan, Hendro memikirkan apa yang harus menjadi ciri khas dagangannya yang membuatnya berbeda dengan penjual lainnya. “Kalau kita lambarannya atau alas untuk menyajikan pake klobot jagung. Kalau yang jualan jagung bakar lainnya pakai kertas minyak. Nah, saya ingin punya ciri khas sendiri biar gampang dikenal pembeli, jadi saya memutuskan pakai klobot jagung buat lambaran jagung bakar yang sudah matang,” tutur Hendro.
Hendro yang saat ini berumur 42 tahun menceritakan bahwa pembeli jagung bakar yang dijualnya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Setiap pembeli juga dapat memilih varian rasa yang diantaranya manis, coklat, keju dan sebagainya. Selain itu dalam penyajiannya bisa dalam bentuk utuh ataupun serut.
Hendro membagikan proses membuat jagung bakar jualannya. Pertama yaitu membuka daun jagung dan membakarnya hingga matang. Jika pembeli memesan jagung utuh, jagung tersebut selanjutnya diolesi mentega dan dibakar, kemudian diolesi bumbu sesuai pesanan pembeli dan dibakar lagi.
Kemudian, untuk pembeli yang memesan jagung serut, setelah dibakar jagung kemudian diserut dan dimasukan kedalam wadah untuk diberi mentega lalu diaduk. Setelah itu, jagung diberi bumbu sesuai pesanan dan wadah tersebut selanjutnya diletakan diatas arang yang panas. Jagung yang telah matang dihidangkan dengan cara diletakkan diatas klobot jagung sebagai alasnya.
Hendro membagikan ceritanya bahwa ia sempat mengalami beberapa hambatan selama ia berjualan jagung bakar, salah satunya adalah saat musim hujan. “Waktu hujan itu yang beli sedikit. Karena kalau gak hujan kan yang nongkrong disini banyak jadi yang pembeli juga ramai. Sedangkan kalau hujan yang nongkrong gak ada,” tutur Hendro. Ditambah lagi saat pandemi Hendro mengaku tidak berjualan selama 2 bulan karena adanya larangan berkerumun di tempat umum. Tetapi setelah itu ia bangkit dan kembali berjualan.
Harga jagung bakar Hendro dibanderol delapan ribu rupiah per porsi dengan pelayanan yang ramah juga rasanya yang lezat menjadikan banyak pembeli yang terus berdatangan silih berganti. Dalam sehari Hendro bisa meraup keuntungan seratus hingga empat ratus ribu dan omzet sebulan bisa mencapai empat juta rupiah.
Hendro berharap kedepannya ia bisa membuka cabang jagung bakar di tempat lain. “Ya inginnya ada cabang lain. Kalau target saya ingin buka cabang di daerah pinggiran Solo, karena kalau di pusat kota sudah banyak yang jual, tapi di pinggiran kan jarang,” ujar Hendro sembari mencampur jagung dan bumbu.
Kezia_