Mahasiswa dan kepentingannya seharusnya tidak dilacurkan. Kepentingan mahasiswa yang selalu muncul kepermukaan cenderung mengenai masalah finansial. Biaya UKT, Keputusan PTNBH yang menyangkut hak kelola aset, serta tak lupa Iuran Orang Tua Mahasiswa. Isu mengenai keuangan sangat riskan dan selalu memancing berbagai lembaga tinggi mahasiswa dan Birokrat.

Isu sensitif tersebut sangat dipercepat untuk memutuskannya. Pun, Kajian – kajian dan diskusi sangat gencar dilaksanakan. Lalu, bagaimana dengan kebijakan yang menyangkut non-finansial Mahasiswa? Sebut saja penyelenggaraan semester antara, Internasionalisasi Prodi, Pemusatan Buku perpus Fakultas ke Perpus Pusat, Pengelolaan kegiatan di Javanologi dan lain-lain. Masalah yang justru berada tepat didepan mata tidak ada aktivitas kajian. Malah cenderung disepelekan. Padalah diluar sana, mahasiswa berdiskusi dan saling mengkritisi kebijakan tersebut. Mereka berdiskusi tanpa ada yang mengadvokasi.

Masalah diranah birokrat cenderung berkutat mengenai Finansial dan Politis ke lapangan luar kampus. Maklumlah mereka kan bertaruh saling untung-untungan kantong sendiri. Bodo amat  Masalah pengelolaan yang baik dan transparan menyangkut mahasiswa. Ini hal maklum, Seharusnya Mahasiswa pun memaklumi kaum bebal ini. Toh, Hal tersebut rahasia publik. Tak perlu dibahas panjang lebar. Ibarat Narapidana yang tak mungkin dibina ya menunggu binasa saja.

Tetapi hal yang sangat disayangkan malah bermuara pada lembaga tinggi mahasiswa. Lembaga tinggi yang selayaknya menjadi kaum advokasi, penebar isu dan penyelenggara diskusi malah sibuk dengan acara sendiri-sendiri. Agenda yang tersusun dengan minim aspirasi mahasiswa menjadi andalan, isu yang tidak lagi dibahas gencar diperjuangkan, masalah terbaru diantrikan masalah lama tidak jelas dikemanakan. Coba tanyakan kepada BEM dan DEMA perihal rumah advokasi UKT dan Pembinaan partai, dan Dana Kompetisi tingkat prodi. Mana tahu mereka. Mereka lagi sibuk-sibuknya membuat Pemira dan acara untuk meruntuhkan program kerja yang nanti di laporkan pertanggung jawabannya sebelum tahun baru, lalu setahun kemarin ngapain?

Sepertinya semua itu diakibatkan oleh budaya popularis. Birokrat mencari popularitas dengan pembangunan tak henti-henti, lembaga tinggi mencari popularitas dengan isu-isu se-nasional mungkin. Padahal Mahasiswa pada umumnya tidak terlalu serius untuk diajak idealis versi mahasiswa aktivis. Mereka Cuma butuh didengar, didekati dan diperjuangkan apa kebutuhannya. Lembaga tinggi mahasiswa seharusnya mendobrak kaum ‘Bebalkrat’ di istana itu dengan bersenjatakan diskusi mahasiswa. Sabarlah Mahasiswa, Elit kalian sedang sibuk cari popularitas. Tapi Jangan lama-lama sabarnya, bergeraklah-Move on!

Bukhori_

Kamu Bisa Baca Artikel Lainnya

Kamu Bisa Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment