Mahasiswa adalah rakyat dalam lingkup Universitas. Mahasiswa yang memegang kekuasaan tertinggi atas setiap kebijakan yang dijalankan Universitas. Seperti halnya fasilitas kampus, yang merupakan hak mahasiswa atas pemakaiannya. Kegiatan mahasiswa guna menjadikan mereka produktif akan tersendat dan bahkan berhenti hanya karena tidak mampu membayar biaya fasilitas kampus yang kini berbayar. Para petinggi menginginkan sebuah prestasi dari seluruh mahasiswa. Namun, disisi lain, mereka juga mengedepankan eksistensi. Gembar-gembor PTNBH, menjadikan seolah kampus adalah lapak untuk bertemunya penjual dan pembeli. Tuntutan PTNBH yang mewajibkan sebuah Universitas memiliki pendapatan di luar UKT, mungkin yang akhirnya tanpa disadari dibebankan kepada mahasiswa. Ketika ditanya perihal itu, menjadi seperti linglung atau bingung, seakan tidak mengetahui mengapa hal tersebut bisa terjadi. Tidak mampu menjabarkan secara detail perihal Surat Keputusan (SK) Rektor nomor 26 tahun 2018 tentang Tarif Layanan Penunjang Akademik Badan Layanan Umum.
Kurangnya transparansi selalu menjadi problem yang sering disinggung. Entah apa dan bagaimana sebenarnya tujuan dari diberlakukannya tarif mengenai fasilitas kampus ini. Jika ini memang harus diberlakukan, hendaknya para petinggi universitas mampu memberikan sosialisasi dengan kalimat yang mampu diterima oleh seluruh mahasiswa, tanpa dengan tiba-tiba memberlakukannya. Namun, jika ini tidak tepat, segera hapus dan jalankan peraturan sebagaimana mestinya.