Malam itu, tepat 20 Agustus 2017 langit sedang bersahabat denganku, bulan dan bintang bersinar terang seakan juga menyaksikan pertemuan kami. Saat itu terlihat dia sedang menungguku di balkon sebuah kafe yang malam itu sedikit ramai oleh remaja seperti kami yang terlihat sedang asyik berbincang-bincang. Dengan perasaan gugup aku mulai berjalan menaiki tangga untuk menemuinya pertama kali setelah dua tahun kami menjalin pertemanan hanya lewat online saja. Tidak sering kami bertukar foto dengannya jadi aku bisa mengenalinya dengan mudah ditambah dia juga melambaikan tangannya padaku, dengan segera aku duduk di depannya. Ah, ternyata perasaan gugup tadi semakin bertambah setelah aku benar-benar bisa bertemu dengannya, terlihat dari raut wajahnya kurasa dia juga merasakan hal itu. Untuk menghilangkan suasana yang awkward itu dia mulai mengawali pembicaraan dengan bertanya aku ingin memesan apa? setelah memesan makanan kami mulai berbincang-bincang mengenai hal yang ringan seperti “Bagaimana sekolah akhir-akhir ini?”, “Kesulitan apa saja yang terjadi akhir-akhir ini?” Pertanyaan semacam itu memang bisa ditanyakan via chat maupun telepon namun untuk mengisi kekosongan pada malam itu saja. Kami belum banyak saling bertanya, apalagi untuk menanyakan hal-hal pribadi yang jelas canda tawa kecil terjadi pada malam itu.
Sebelum bercerita lebih banyak mengenai bagaimana kisah seorang gadis SMA yang sedang menjalin kasih seperti remaja pada umumnya, aku ingin mengenalkan sosok dia dan bagaimana aku bisa mengenalnya. Namanya adalah Aderald Cetta Arsenio biasa dipanggil “Ade” anak pertama dari dua bersaudara, bersekolah di salah satu SMK Negeri di kota Bandung. Dan aku Adsila Claretta Jasmeen biasa dipanggil “Sila” merupakan anak perempuan satu-satunya, bersekolah di salah satu SMA Negeri di Bandung juga. Dan bagaimana bisa aku mengenalnya itu terjadi pada tiga tahun yang lalu. Ade dan temanku SMP “Reon” sedang asyik bertelepon, aku yang saat itu sedang bersama Reon berencana ingin mengusik obrolannya. Belum sempat aku menjahili, Reon yang memang berisiatif untuk menganalkan kami mengubah obrolan menjadi lebih serius padahal hanya bercanda.
“Ada temanku yang ingin kenal denganmu nih!”
“Siapa?”
“Anak SMAN 1, temenku SMP dulu, anaknya cantik loh pintar juga.” (mengangkat alis sambil tertawa kecil menghadapku).
Aku yang kesal pada saat itu hanya bisa diam, karena berbicarapun tak akan berarti. Obrolan tersebut berakhir dengan Reon memberikan nomorku pada Ade.
Dua hari setelah obrolan menjengkelkan tersebut, Ade menghubungiku. Aku yang tidak ingin terlihat sombong dan atas saran Reon juga berusaha untuk meladeni chatnya, awal mengerti dia kurasa orangnya baik. Berbicara mengenai hal kecil yang terkadang tidak penting tapi seru, ternyata asyik juga. Saat itu kami masih kelas 1 SMA, awal bagaimana kami mengerti kehidupan di SMA. Dengan latar belakang sekolah yang berbeda kami bisa saling bertukar pengalaman.
“Sekolah di SMK nggak asyik!”
“Kenapa?”
“Sekolah isinya laki-laki semua, ada perempuannya sih tapi cuma sedikit.”
“Bukannya malah enak ya? Jadi nggak canggung, kan sama-sama laki-laki.”
“Tapi aku kan laki-laki normal yang masih ingin melihat wanita cantik sepertimu.”
“Ah, gombal!” (Mungkin niatnya hanya bercanda agar obrolan tidak kaku saja, pernah bertemu saja belum tau cantik darimana!)
***
Kami sudah kelas 2 SMA. Aku tetap dengan kegiatan SMAku dan Ade yang sibuk PSG (Pendidikan Sistem Ganda) di salah satu perusahaan bersama Reon karena mereka memang teman sekelas. Mungkin karena bujukan Reon, Ade sekarang menjadi lebih sering menghubungiku, tidak sering kami juga mengobrol lewat video call. Saking asyik berteman via online saja kami lupa bahwa kami belum pernah bertemu secara sengaja. Berteman via online saja ternyata bisa seayik ini. Obrolan seakan tidak ada habisnya, meski kadang kami kehabisan topik dan hanya berhenti di situ saja. Reon memberi tahuku bahwa Ade orangnya memang baik kepada semua wanita. Dan hal itu tidak membuatku berpikir bahwa Ade adalah lelaki playboy atau semacamnya, bukankah itu menandakah bahwa dia benar anak yang baik? Itulah pikiran seorang teman virtual yang mungkin akan kalah dengan teman yang benar-benar nyata. Tidak ada sedikitipun pikiran bahwa aku akan benar-benar menjalin hubungan serius dengannya, satu tahun berteman bertemu dengan sengajapun belum pernah.
Kadang aku berpikir “Apakah benar aku teman yang nyata atau memang akan terus menjadi teman virtualnya saja?”. Memang hubungan kami semakin dekat karena kami lebih sering saling bertukar foto kegiatan yang kami lakukan, lebih sering telepon menayakan hal-hal yang sifatnya pribadi misalnya tentang masa lalunya. Dan pikirku benar, Ade bukan orang yang buruk, dia orang yang baik (Baik ke semua wanita maksudnya). Seringkali terbesit di pikiran “Tidak adakah keinginan Ade untuk bertemu denganku? Atau karena aku jelek hingga dia tak mau bertemu lagi denganku?” pikiran-pikiran buruk mulai bermunculan, yang mungkin terbaca oleh Ade.
“Apakah kamu ingin bertemu denganku?,” tanya Ade.
“Tentu saja aku ingin, bukankah sudah dua tahun kita berteman tanpa pernah bertemu dengan sengaja?”
“Ahaha, benar katamu. Tapi aku masih takut jika bertemu denganmu.”
“Takut kenapa?”
“Takut jika kita benar-benar bertemu nantinya kamu akan membenciku, sedangkan kita sudah sama-sama nyaman dengan pertemanan yang seperti ini.”
“Tahu dari mana aku nyaman dengan pertemanan seperti ini? Lagian kenapa aku harus membencimu? Bukankah selama ini kamu teman yang baik? Mana mungkin aku akan membenci orang baik sepertimu?”
“Takut saja jika nanti ekspektasimu akan hancur setelah tau bagaimana realitanya. Tapi jika dipikir-pikir kalau takut terus kapan kita akan benar-benar bertemu dengan sengaja?”
“Itu kamu sendiri sudah tahu”.
“Iya, santai dong. Bagaimana kalau nanti malam kita bertemu di kafe dekat SMPmu dulu?”
“Em. Oke, sampai bertemu nanti.”
Hingga pada malam tanggal 20 Agustus itupun tiba, malam dimana kami bertemu dengan sengaja untuk pertama kalinya . Sebenarnya itu bukan benar-benar pertemuan untuk pertama kalinya. Kembali pada dua tahun yang lalu tepatnya 18 April 2015 tidak sengaja aku bertemu dengannya. Aku begitu mengingat tanggal tersebut karena hari itu bertepatan dengan ulang tahun sahabatku “Dynata” yang pada saat itu aku sedang membeli kue untuk menyiapkan kejutan pada sahabatku. Sedangkan Ade bersama Reon berada di persimpangan toko terlihat sedang beranjak keluar dari rumah makan. Aku tahu kalau itu Ade karena di situ ada Reon, bahkan kata Reon yang tahu duluan kalau itu adalah Ade bukan Reon sendiri. Saat itu kita tidak saling bertegur sapa, hanya saling pandang dan melempar senyuman saja. Setelah bertanya lewat chat ternyata benar, hari itu kami memang bertemu tanpa sengaja. Haha, seakan tidak percaya saja . Dan setelah dua tahun, kami benar-benar bertemu dengan sengaja untuk pertama kalinya.
Setelah pertemuan tersebut tentu saja kita semakin dekat, hal yang ditakutkan Ade maupun pikiran-pikiran burukku tidak terjadi, semua berjalan dengan lancar. Mungkin hanya bahagia yang dirasa, karena kami benar-benar bisa bertatap muka. Tiba-tiba Ade menyatakan perasaannya dan menginginkan aku menjadi kekasihnya, dia sadar mungkin itu terlalu cepat hanya setelah dua hari kami bertemu. Tapi katanya, kalau tidak segera keburu aku diambil orang. Tidak lama berpikir mengenai bagaimana jawabanku, akhirnya aku menerima dan mengiyakan keinginannya tersebut. Tentunya aku seneng dong, disukai oleh orang yang juga aku sukai. Dan mengenai wanita-wanita di masa lalunya dia tidak benar-benar berpacaran dengan mereka hanya dekat saja, untuk meyakinkanku dia berkata “Bukankah itu sudah masa lalu? Kita jalani saja yang ada sekarang. Yang ada di aku sekarang bukannya kamu? Katanya kamu mau menerimaku.” aku yang tersipu malu mendengar perkataannya yang seperti itu.
Selama masa kami menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih kami lebih sering bertemu. Entah untuk mencari makan, menonton film atau hanya sekedar main ke rumahku saja. 7 Desember 2017 Ade berulang tahun ke 18, satu tahun lebih tua dariku. Sebagai seorang kekasih aku ingin memberikan kejutan untuknya. Aku, Reon dan Dynata datang ke rumah Ade membawa kue dan beberapa kado. Ternyata di rumahnya juga sedang ada acara bersama keluarga kecilnya. Terlihat mereka sedang makan nasi tumpeng, kamipun diajak untuk bergabung makan bersama. Dengan senang hati kami ikut bergabung, tentunya setelah kami memberikan kejutan yang sudah kami siapkan. Hari itu berjalan dengan sukses dan benar-benar menyenangkan, keluarga Ade bisa menerima kami dengan begitu hangatya. Bahkan seakan aku dianggap sebagai anak sendiri, karena tidak adanya perempuan lain selain Ibu Ade. “Terimakasih Tuhan sudah memberikan kebahagiaan seperti ini padaku.”
Ujian masuk PTN semakin dekat, aku harus belajar ekstra agar bisa masuk ke Universitas yang aku inginkan. Dan ya, kami semakin jauh. Kami sibuk sendiri-sendiri, mungkin memang harus saling mengerti. Hingga ujian masuk PTN dimulai, setelah itu semua berjalan seperti biasa lagi. Dengan harapan pengumuman yang keluar nanti sesuai keinginan kami.
***
Hari yang ditunggu, pengumuman itu tiba. Melihat warna hijau menandakan aku diterima. Aku senang, hingga berlinang air mata.
“Selamat ya, kamu diterima.” (Ucapan dari Ade setelah aku mengirim foto pengumuman).
“Iya, terima kasih. Kamu gimana?”
“Aku masih nihil. Mungkin nanti aku lanjut di sekolah swasta saja. Bukan pengumuman yang aku cemaskan melainkan kamu nanti yang akan jauh dariku.”
“Ah, bukankah itu bukan masalah yang besar? Kita hanya butuh saling percaya saja.”
“Em. Iya, aku percaya denganmu. Terima kasih Sila.”
***
Agustus 2018, aku harus berangkat keluar kota untuk memulai perkuliahann, Ade sibuk mempersipakan untuk masuk ke perguruan tinggi swasta di Bandung dan berarti kita benar sudah LDR. Kenyataan yang terjadi tidak seperti yang dibayangkan, kami benar-benar semakin jauh. Untuk sekedar chatting saja begitu jarang. Kabar buruk yang katanya Ade dekat dengan wanita lain mulai terdengar oleh telingaku, tapi tetap saja aku masih percaya padanya karena pada awalnya kita sudah berkomitmen untuk saling percaya.
***
7 Desember 2018, umur Ade bertambah satu tahun lagi. Kami yang saat itu jauh ditambah aku sedang UAS, hanya bisa mengucapkan selamat lewat chat saja dan meminta tolong Dynata untuk mengirimkan hadiah untuknya. Namun kado darinya lebih membuatku terkejut, terlihat dari insta story Ade sedang bertelpon dengan wanita lain dengan waktu yang lama. Aku tahu karena itu hasil sreenshot log panggilan Ade berlasan dia hanya ikut-ikut temannya saja. Dengan sedikit khawatir aku berusaha percaya, namun aku mendapat kiriman foto dari Dynata dia sedang merayakan ulang tahunnya dengan wanita lain. Dan saat itu juga kuputuskan untuk mengakhiri hubunganku.
Dengan berakhirnya hubungan ini, kami tidak pernah saling menghubungi lagi. Dan liburan kuliahpun tiba. Ah, senangnya aku bisa kembali pulang berkumpul bersama keluarga. Berniat ingin menjemput Dynata di kampusnya (Oh iya, Dynata satu kampus dengan Ade karena kampusnya swasta jadi belum libur). Entah mimpi apa semalam, aku tidak sengaja bertemu dengan Ade. Kami hanya berbincang-bincang seputar kuliah karena tidak banyak waktu yang kami miliki, di akhir pembicaraan Ade berkata bahwa dia ingin kembali lagi padaku. Aku yang masih sedikit sakit hati saat itu tidak terlalu menggubris penjelasannya, kami berpisah setelah Dynata keluar dari kelas.
***
“Kita sudah kenal sejak kelas 1 SMA, bukankah itu waktu yang lama? Aku percaya kamu orang yang baik. Aku memang salah, aku menyesal, aku benar-benar minta maaf! Aku tidak ingin kehilanganmu, tolong beri satu kesempatan lagi! Aku janji tidak akan membuatmu bersedih lagi, aku juga janji tidak akan meninggalkanmu.”
“Iya, terima kasih. Aku sudah memaafkanmu, mengenai jawabannya nanti kita obrolin lagi di chat saja. Aku sedang terburu-buru.”
“Em. Oke, kamu janji akan membalas jika aku menghubungimu kan?”
“Iya.”
“Ah, bagaimana kalau awal tahun nanti kita keluar? Sekalian liburan.”
“Boleh.”
1 Januari 2019. Sejak saat itu Ade yang katanya akan menghubungiku lagi nyatanya malah tidak ada kabar apapun. Dengan gengsi yang tinggi aku tidak mau menghubungi nya duluan, padahal aku sudah berpikir mengenai jawabanku nanti. Kupikir memberinya sekali lagi kesempatan bukan hal yang buruk. Saat itu aku dan keluarga sedang bersiap-siap akan pergi ke rumah saudara utuk bersilaturahmi ke rumah saudara yang kebetulan beragama Kristen jadi saat itu di sana sedang hari raya, sesaat perjalanan aku terus memikirkan kira-kira akan keluar kemana nanti bersama Ade.
“Maaf, bu. Kalau boleh tau Ade kemana ya? Kok tidak ikut?”
“Ade? Kamu belum tahu ya? Oh iya, kalian sudah putus, mungkin sejak saat itu kalian tidak saling menghubungi lagi. Ade meninggal dunia karena kecelakaan motor saat pulang kuliah. Maafkan semua kesalahan Ade ya Sila! Sebelum meninggal Ade sudah cerita semuanya.”
Betapa kagetnya mendengar berita itu, segera aku izin ke toilet untuk menangis.
“Bukankah kamu berjanji untuk tidak meninggalkanku lagi, tapi mengapa kamu malah meninggalkanku untuk selamanya? Kamu pembohong! Bukankah hari ini kamu ingin pergi bersamaku? Aku sudah menyiapkan jawaban terbaik yang ingin kamu dengar, lagi-lagi kamu membuat kejutan yang membuatku begitu kaget. Katanya kamu tidak ingin melihatku bersedih lagi, tapi mengapa kamu malah membuat kesedihan yang begitu hebat?”.Entah apa yang ada di pikiranku saat itu, yang jelas aku benar-benar menyesal. Aku begitu egois, aku hanya melihat dari satu sisi saja. “Ade, maafkan Sila yang tidak bisa menjadi pacar apalagi teman yang baik. Ade orang baik, Sila sudah memaafkan Ade. Semoga Ade tenang di sisi-Nya. Terima kasih atas canda tawa yang telah Ade berikan, Sila bangga pernah kenal sama Ade.”
Mar’atul Hidayah