“Bubarkan Menwa!” “Bekukan Menwa” “No Justice, No Peace!”. Teriakan serta orasi dari elemen mahasiswa menggema di halamah Boulevard UNS. Teriakan-teriakan tersebut mewakili beribu-ribu duka akan kematian almarhum GE.
Meninggalnya seorang mahasiswa UNS saat mengikuti diklat Menwa pada tanggal 24 Oktober lalu mengundang perhatian dari banyak pihak. Korban yang diketahui berinisial GE adalah mahasiswa program studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sekolah Vokasi UNS angkatan 2020. Sebagai bentuk solidaritas menuntut keadilan atas kejelasan kasus meninggalnya GE, sejumlah mahasiswa UNS khususnya mahasiswa K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) bersama BEM Vokasi dan berbagai ormawa lainnya melakukan aksi “100 Lilin untuk GE” yang dilaksanakan pada Selasa (26/10) di boulevard UNS.
Ada beberapa tuntutan yang dilayangkan pada aksi ini salah satunya adalah menuntut bubarnya menwa, karena banyak pihak khususnya elemen mahasiswa merasa bahwa urgensi dari Menwa ini kurang tepat. Selain itu dugaan terjadinya hal-hal yang tidak diingkan terhadap saudara GE, ditinjau dari kondisi jasad yang lebam pada beberapa bagian sekaligus mengeluarkan darah. Selain sebagai bentuk duka, aksi 100 lilin tersebut juga menuntut keadilan dan kejelasan terhadap meninggalnya GE. Para peserta aksi sepakat dan menyatakan bahwa tidak akan menyerah serta akan mengusut peristiwa ini sampai tuntas.
“Kami sendiri mewakili mahasiswa D4 K3 tidak akan menyerah sebelum ada kabar yang jelas baik dari kampus maupun dari menwa sendiri, kami benar-benar ingin kejelasan atas meninggalnya kawan kami Gilang itu akan terus kami kawal” ujar Lingga selaku juru bicara koordinator lapangan aksi tersebut selasa (26/10).
Fadhlu, perwakilan mahasiswa juga mengakui keikutsertaannya dalam aksi tersebut tidak lain adalah karena rasa simpatinya terhadap korban. “Saya berangkat dari niat dahulu, karena orangnya juga dekat dengan saya, kebetulan saya satu prodi dengan dia dan dia tidak pernah menunjukkan hal negatif ke teman-temannya”, ungkap Fadhlu yang merupakan teman dekat korban.
Fadhlu mengaku sangat kecewa tentang apa yang dilakukan oleh Menwa. Ia beranggapan bahwa seharusnya di zaman sekarang ini sudah tidak ada lagi perploncoan atau sejenisnya. “Kami mempunyai beberapa tuntutan yang harus diselesaikan pihak kampus, jika tidak dilakukan maka untuk tindak lanjutanya dari kami itu pasti, karena kami sudah berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, bahkan tidak menutup kemungkinan kami akan kembali melakukan aksi di depan gedung rektorat”, ujarnya.
Dilihat dari fungsinya, Menwa merupakan militer kampus yang bertugas mengamankan kondisi kampus jika ada kegiatan, namun Fadhlu beranggapan jika Menwa tidak ada itu bukanlah sebuah masalah. Pada aksi tersebut terdapat banyak poster bertuliskan “Bubarkan Menwa” yang di bawa oleh masa aksi. Berkaitan dengan hal tersebut, Fadhlu mempunyai pandangan yang sama dengan mahasiswa lainnya. “Mereka sudah menghilangkan nyawa seseorang, itu jelas perlu ditindaklanjuti. Dan menurut persepsi saya sendiri, jika kedepannya tidak ada perubahan dan masih sama, saya berani mengatakan bahwa lebih dari 50% saya ingin bahwa Menwa dibubarkan,” ungkap Fadhlu.
Bungkamnya Menwa terkait kasus meninggalnya GE membuat mahaisswa UNS bahkan masyarakatpun bertanya-tanya. Banyaknya rumor dan cerita dengan sudut pandang berbeda membuat semakin sulitnya membedakan mana yang akurat dan mana yang tidak. Kecurigaan pun mulai muncul bahwa Menwa benar-benar melakukan kekerasan kepada korban yang mengakibatkan korban meninggal. Dilansir dari solopos.com Kabid Humas Jateng, Kombes Pol. M. Iqbal Alqudusy memastikan GE meninggal akibat tindak kekerasan. “Korban menngal dunia akibat terjadi penyumbatan di bagian otak,” tegas Iqbal dalam wawancara dengan solopos.com pada Selasa (26/10).
Berkaitan dengan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap GE, Fadhu menyatakan jika kedepannya Menwa tidak ada perubahan yang kemudian perubahan itu tidak memberikan dampak positif dan justru merugikan, ia berharap Menwa dibekukan.
Adib_
Esti_